Jakarta,
Kemdikbud --- Setiap anak bangsa dimanapun berada berhak mendapatkan
pendidikan. Sesuai dengan amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satu upaya yang ditempuh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah meningkatkan akses bagi
anak bangsa yang berada di daerah terpencil.
Wakil Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan (Wamendik), Musliar Kasim,
mengatakan, ada dua kriteria yang harus dipenuhi untuk meningkatkan
akses, yaitu ketersediaan dan keterjangkauan. “Hingga ke pelosok negeri
pun anak-anak harus merasakan pendidikan,” kata Musliar saat menjadi
pembicara kunci pada Deklarasi Jaringan Pendidikan Komunitas Adat dan
seminar nasional “Mewujudkan Kemerdekaan bidang Pendidikan Bagi
Komunitas Adat”, di Taman Ismail Marzuki, Selasa (12/08).
Contoh konkret yang telah dilakukan Kemdikbud selama ini untuk mencapai
daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) adalah dengan program
Sarjana Mendidik di daerah 3T (SM3T). Setiap tahun, tiga ribu sarjana
dilatih dan dibekali ilmu ketahanmalangan untuk menjadi guru di daerah
3T ini.
Selain SM3T, Wamendik juga baru-baru ini berkunjung ke
Bukit Duabelas di Provinsi Jambi, dimana di wilayah terpencil tersebut
bermukim penduduk asli yang disebut suku Rimba. Di desa adat ini,
penduduk mulai memahami pentingnya pendidikan bagi generasi muda.
Pendidikan sudah diterima dan dilakukan walaupun jauh dari fasilitas
yang memadai seperti di kota.
Yang menarik dari fenomena di
Bukit Duabelas ini adalah para tetua menolak jika anak-anaknya harus
keluar dari desa adat untuk sekolah formal di daerah perkotaan. Anak
yang menjadi harta orang tua, diharapkan untuk terus belajar tanpa harus
meninggalkan mereka. “Anak Rimba sudah menyadari pentingnya pendidikan.
Tapi mereka meminta, agar jangan dibawa anak kami dari kampung kami,”
kata Wamendik mengulang kisahnya ketika berjumpa dengan masyarakat desa
adat Rimba, di Bukit Duabelas, Jambi.
Dengan adanya keinginan
tersebut Wamendik mengatakan, salah satu cara yang dapat dilakukan guna
memenuhi hak anak-anak Rimba untuk mengenyam pendidikan adalah dengan
mendatangkan guru ke lokasi tersebut. Ia mengaku, telah berkomunikasi
dengan Universitas Jambi terutama Fakultas Keguruan untuk mengarahkan
mahasiswa yang akan melakukan kuliah kerja nyata (KKN) dan praktik
lapangan ke lokasi-lokasi seperti desa adat Rimba. “Dengan begitu,
anak-anak bisa dapat pembelajaran tanpa harus meninggalkan kampung”.
Dan yang paling penting, dengan Kurikulum 2013 yang juga sudah
digunakan oleh anak-anak di desa adat Rimba ini, para siswa belajar
dengan pengetahuan yang baik meskipun fasilitas kurang. Karena
pembelajaran dalam Kurikulum 2013 mengutamakan pola mengamati, menanya,
menalar, mencoba dan membentuk jejaring, membuat pembelajaran lebih
leluasa, alam pun bisa dijadikan laboratorium. “Kurikulum 2013 ini
memang paling cocok untuk anak Indonesia dimanapun berada,” katanya.
(Aline Rogeleonick/Pengunggah: Erika HUtapea)
Sumber : Kemdikbud
No comments:
Post a Comment