Kemiskinan keluarga Ginem, warga Desa Sonopatik, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, sudah terjadi beberapa tahun belakangan ini. Karena kemiskinan itu, nenek janda berumur lebih dari 70 tahun itu sampai kesulitan makan.
Dia harus meminta makanan dan beras ke tetangga, bahkan terkadang harus memakan bangkai ayam untuk bertahan hidup bersama tiga anaknya; Sadinah (60), Suparman (40) dan Suparti (35).
Berikut ini cerita miris kemiskinan keluarga Ginem:
1. Rumah satu petak tak layak
Keluarga miskin Ginem di Desa Sonopatik, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, menempati satu petak rumah dengan luas sekitar 3x6 meteran. Rumah berdinding triplek itu hasil bantuan Dandim. Rumah berlantai tanah, tanpa skat kamar.
"Jadi tidak ada kamar. Prihatin sekali. Tempat tidur, dapur, campur jadi satu sama tempat sampah. Kayu-kayu dapur juga di dalam jadi satu. Gedek rumahnya triplek," kata Kepala Bidang Sosial Dinsos Kabupaten Nganjuk, Iit Herliana
"Jadi tidak ada kamar. Prihatin sekali. Tempat tidur, dapur, campur jadi satu sama tempat sampah. Kayu-kayu dapur juga di dalam jadi satu. Gedek rumahnya triplek," kata Kepala Bidang Sosial Dinsos Kabupaten Nganjuk, Iit Herliana
2. Dua anak Ginem setres
Sebenarnya Ginem memiliki tujuh anak. Tapi dua anak meninggal, dua lagi merantau ke Surabaya, sementara tiga anak lagi tinggal bersama dirinya; Sadinah (60), Suparman (40) dan Suparti (35).
Menurut Kepala Bidang Sosial Dinsos Kabupaten Nganjuk, Iit Herliana, dua anak Ginem agak stres, yaitu Sadinah dan Suparman. Sementara Suparti, masih bisa diajak bicara, tapi dia sudah lumpuh karena sakit. Dia korban tabrak lari.
Menurut Kepala Bidang Sosial Dinsos Kabupaten Nganjuk, Iit Herliana, dua anak Ginem agak stres, yaitu Sadinah dan Suparman. Sementara Suparti, masih bisa diajak bicara, tapi dia sudah lumpuh karena sakit. Dia korban tabrak lari.
3. Anak Ginem mencari bangkai ayam
Keluarga Ginem di Nganjuk memang menyedihkan. Bahkan bila kondisi mepet karena sulit mencari makan, kadang-kadang salah satu anaknya harus mencari bangkai ayam di pinggir kali untuk di masak lalu dimakan. "Suparman biasanya nyari (bangkai ayam) di pinggir-pinggir kali, kemudian dimasak Sadinah buat makan sekeluarga," kata Tumini.
4. Meminta makanan dan beras ke tetangga
Untuk bertahan hidup, Ginem juga dibantu oleh para tetangganya. Misalnya ketika rumahnya roboh, warga sekitar dikomando Lurah membangun kembali rumah Ginem. Kemudian warga juga urunan makanan dan beras untuk membantu keluarga itu.
"Kalau pas lebaran, dia (Ginem) juga mendapat jatah zakat fitrah banyak. Kalau sedang tidak ada apa-apa, ya meminta ke tetangga," kata Tumini, tetangga Ginem
"Kalau pas lebaran, dia (Ginem) juga mendapat jatah zakat fitrah banyak. Kalau sedang tidak ada apa-apa, ya meminta ke tetangga," kata Tumini, tetangga Ginem
5. Miskin tak punya apa-apa
Mbok Ginem hanya pensiunan buruh tani, bukan pegawai swasta atau negeri. Otomatis dia tidak memiliki penghasilan tetap. Dia juga tidak memiliki sawah yang bisa ditanami, seperti orang-orang desa pada umumnya.
"Ancen ora due opo-opo blas (tidak punya apa-apa sama sekali)," kata Tumini, tetangga Ginem.
Harta Ginem, nenek yang ditinggal mati suaminya sejak beberapa tahun lalu itu, hanya anak-anaknya yang disayangi di rumah, satu anak masih waras bernama Sadinah, sementara dua lagi gila, yakni Suparman dan Suparti.
"Ancen ora due opo-opo blas (tidak punya apa-apa sama sekali)," kata Tumini, tetangga Ginem.
Harta Ginem, nenek yang ditinggal mati suaminya sejak beberapa tahun lalu itu, hanya anak-anaknya yang disayangi di rumah, satu anak masih waras bernama Sadinah, sementara dua lagi gila, yakni Suparman dan Suparti.
Sumber : merdeka.com
No comments:
Post a Comment